Tak terasa sebelaspun usai, seperti belum sempat
kupejamkan mata duabelas sudah menyambutku. Semua terasa cepat dan begitu
lebat, hujan diluar sana, sama seperti hatiku. Diakhir sebelas ini banyak hal
yang tak hanya membawaku kedalam gelak tawa, namun juga menerjunkanku dari
tingginya tebing rindu.
Cinta, dia masih melihatku...
Dia, ya, dia yang dulu menjadi matahariku tiap pagi.
Dia, yang selalu menjadi pemeran utama di mimpiku. Dia, yang senyumnya selalu
kurindu. Dia, yang tak pernah bosan kusebut namanya dalam doaku. Dia, yang
menjadi alasan hati ini bertahan. Dia, yang entah-kusadari atau tidak, selalu
kuinginkan. Dia, yang hingga kini tak pernah pergi.
And it keeps me wondering why..
Dia menyapaku, lagi...
Entah mungkin ini terdengar aneh ataupun berlebihan,
namun aku tak tahu aku harus apa. Seharusnya senang, karena ternyata dia masih melihatku.
Namun sedih, karena itu hanya-once in a blue moon. Ini nyata, bukan hanya skenario tulisan yang berlarian di kepalaku, atau mimpi yang begitu saja. Seketika semua kenanganku
tentangnya kembali menyapa, bersamaan dengan “hai” yang membawanya padaku.
Cinta, aku jatuh lagi...
Kukira bukan ini yang terasa ketika kamu yang telah
lama pergi meninggalkanku berdua dengan rindu ini. Kupikir, senang atau
bahagialah yang kan menghampiriku, namun lagi-lagi kusalah. Sekejap aku kembali
merasakan sakit, yang selalu berusaha kutinggalkan sejak bertahun-tahun lalu. Aku sekarat lagi.
Cinta, dia jahat..
Mungkin bukan sepenuhnya salahmu, karena lagi-lagi, ini
semua salahku. Bertahun-tahun aku mencoba untuk bukan menghapus atau melupakan,
hanya tidak mengingatmu lagi. Bertahun-tahun pula aku mencoba untuk tidak
mencari tahu kabarmu-apakah kau baik saja, sehat, sakit atau bahkan masih atau
tidak lagi di dunia ini. Bertahun-tahun aku berjuang untuk tidak lagi
menghiraukan rasa sakit ini. Bertahun-tahun juga aku bertahan, dan bertahun-tahun aku gagal.
Tapi...
Tapi dengan bahkan tak seuntas, hanya sebuah kata
sapa darimu semua usahaku sia-sia. Hanya tak sampai hitungan menit, dengan detikpun aku dipaksa lagi untuk membangkitkan kenangan pahit itu lalu, lagi-lagi
aku jatuh dibawanya. Aku bahkan tak tahu apa maksudmu, entah hanya ingin tahu
kabarku, atau mungkin membunuh waktu luangmu, atau mungkin, kau rindukanku? Ah,
tak mungkin rasanya. Kisah tentangmu yang merinduku itu hanya ada dalam
khayalku, hanya ada dalam dongeng yang aku sendiri penulisnya.
Cinta, pegangi aku...
Kau tahu siapa musuh yang sebenarnya? Bukan mereka
yang selalu berusaha menjatuhkanmu, bukan mereka yang tak peduli seberapa berat lalu menyalahkanmu, tapi kamu, hati dan pikiranmu.
Aku seperti tak lagi sanggup menopang diriku ketika pikiran dan hati ini bertengkar, berkata tak
sejalan.
Cinta, aku lelah..
Jujur, kuakui ini bukan yang pertama. Namun, kau
perlu tahu, beribu-ribu kali juga aku gagal. Aku (masih) terjebak nostalgia.
Kata-kata itu, suara itu, terlalu indah untuk dilupakan, namun terlalu perih untuk dikenang. Mata itu, senyum itu... Ah, masih ingin ku memilikinya.
Aku belum rela, belum mampu aku melepaskan itu semua. Aku menyerah.
Cinta,
No comments:
Post a Comment