Thursday, June 30, 2016

Eldyta's Blog - Pelipur Lara 1

by : Google

Melukiskanmu di ufuk mata
Sesaat hatiku terlena
Apa kabarmu, sang senja ?
Terngiang melodi menyayat jiwa

Jutaan detik lelah aku berlari
Kini aku ingin berhenti

Lama tak berjumpa
Sesaat aku terlupa
Bahwa kamu masih ada

Kukira telah ku temukan yang satu 
Ternyata masih salah langkahku
Ini tentang percaya akan sempurna
Apakah ia maya atau nyata

Aku terus berjalan, enggan menoleh ke belakang

Enggan mencari dimana tempat berbagi
Aku memilih untuk kembali
Dimana kata dan kalimat menjadi sangat berarti
Pelipur lara dikala ku sendiri 


Ternyata benar, cinta itu buta

Kesempurnaan itu bukan untuk makhluknya
Kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta

Aku menulis kembali
Bukan lembar yang kemarin
Ceritaku itu telah usai

Entah kebetulan atau perasaanku saja
Ada debar menghinggap ketika mentari itu terbenam
Walau perjumpaan kita masih tertangkap jemari
Enggan ku lupa sorotmu itu, senjaku

Aku tetap suka jinggamu
Aku tetap suka kuningmu
Segala yang berbaur dalam padunya warnamu
Aku suka

Aku rindu indah itu
Aku rindu perjumpaan itu
Aku rindu kamu, senjaku

Entah memaksa atau jahat
Aku belum siap berlari
Aku menolak kecewa lagi
Aku masih ingin menjaga hatiku sendiri

Namun mengapa kamu sungguh menawan, duhai sang senja ?

Getaran itu hadir lagi
Getaran yang aku hampir lupa bagaimana rasanya

Aku yakin akan menanti
Walau baru mampu berdiri

Berhati – hatilah dengan hati
Mengagumi dan rasa ingin memiliki itu beda arti
Seakan menasihati diri

Biarlah langit menjadi saksi
Betapa inginnya aku kau naungi

...

Lalu, bagaimana jika aku mulai terjatuh lagi ?


(......... onto the next post)

Monday, June 29, 2015

Hujan di kala Senja

photo by: Tumblr

Kulihat rintik hujan kembali bersemi di gersangnya pagi. Maka mentari sinari kelabunya awan biru. Seperti aku yang mulai lelah untuk kembali berlari, walau sungguh hampir mati.

Entah mengapa kisah ini masih tentangmu lagi. Aku bahkan tak mampu mengungkap apapun lagi tentang kisah ini. Aku sudah terlalu letih untuk pergi, namun terlalu lemah untuk bertahan.

Benar katamu, cinta ini tak seharusnya berbunyi. Mungkin, esok ia hanya menjadi sunyi

Inilah mengapa aku tak mau lagi untuk hanya sekedar kembali menjatuhkan hati. Meski jelas aku tak akan mampu memilih kemana kelak kan berlabuh. Namun sungguh, aku ingin berhenti.

Aku lelah.

Lelah untuk selalu mencemaskanmu, menanyakanmu, mencarimu, merindumu. Lelah denganmu yang hanya datang kepadaku kala bosan menghampar. Lelah dengan penantian yang selama ini kujalani. Lelah mengapa lagi-lagi hanya aku yang mencarimu, sedang kamu bahkan mungkin mencari dirinya. Lelah mengapa lagi-lagi aku yang merindu, kapan giliran aku dirindukan ?

Haruskah semua berakhir bahkan sebelum sempat kita mulai ?

Biarkan ku bercerita kepada angin tentang rasa yang tak akan pernah kau mengerti. Sesekali ingin rasanya menjadi seseorang yang dicari, yang dirindukan. Bukan sang pemimpi yang selalu menanti.

Kapan giliranku untuk bahagia?

Kadang kau harus berada di dalam gelap untuk melihat indahnya bintang. Tetaplah tersakiti dan rendah hati, maka kau akan tahu akan ada aku yang menemani.

Lalu, akankah kamu pergi berkelana lagi untuk mencari persinggahan lain?

Ternyata benar, ada saat dimana kita harus memilih entah harus menyerah atau bertahan sedikit lebih lama. Sayang, sungguh aku tak akan terlalu bodoh untuk terlelap lagi dalam pesonamu.

Lalu, haruskah aku lagi yang terluka?

Karena sesungguhnya kamu hanyalah bujuk rayu yang selalu mengusik kesendirianku. Sungguh sudah kututup rapat-rapat hati ini lalu ku buang jauh-jauh kuncinya. Namun, lagi-lagi kau mampu temukan semua yang telah ingin kulupakan. Seperti aku yang sudah hampir lupa rasanya jatuh cinta, namun kembali kau ingatkan indahnya terjatuh.

Kasih, sungguh ada aku disini

Kamu memang seperti jingga di cantiknya senja. Singgah sejenak, dan berlalu begitu saja. Kasih, tidakkah kamu lelah untuk selalu berlari dari persinggahan lalu? Berhentilah, dan raih tanganku.

Namun, haruskah aku menyisakan ruang untukmu bila tatapan itu masih untuknya?

Seperti hujan di senja itu, kaupun hadir dan pergi tanpa permisi. Dan benar, aku takkan pernah merelakanmu lagi bersamanya. Tidakkah kamu sadar hanya aku yang selalu menemani tiap keluh kesahmu? Ada aku yang selalu menunggu ceritamu.

Namun, siapkah kau tuk jatuh cinta lagi?

Karena kamu adalah tokoh utama yang kuinginkan pada setiap lembar kisahku. Namun, aku tak lagi mampu berharap. Mungkin aku akan kembali kau ingat sebagai hati yang diam-diam mencintai. Entah, apakah ini hanya akan berakhir menjadi sebuah dilema, kala malam itu kita bertukar kerinduan yang melebur menjadi sebuah pelukan keheningan.

Percayalah kasih, aku takkan berbagi

Pukulan telak menghujamku kala kau sebut namanya dalam rentetan cerita bahagiamu. Namun rindu menyapaku terlalu pagi, membuat hari terasa semakin sepi. Maafkan aku bila nanti tak lagi mau menjadi angin penyejukmu. Maafkan bila suatu hari mungkin aku tak lagi ada untuk menemani sepinya malammu. Terlalu menyakitkan, untuk menyakiti.

Bila saja rinduku ini dapat terungkap semudah kau bisikkan rindu itu padanya

Aku sudah sekarat dengan semua rindu yang menghimpitku. Nafasku sesak dengan semua kenangan dan angan tentangmu. Sungguh kamu jahat bila kau jadikan aku pelarianmu lagi.

Tuhan, haruskah aku lagi yang patah hatinya?

Suatu hari, ketidakpedulianmu akan menyadarkanku bahwa kamu bukanlah jawaban doaku. Maka, ingatkan aku tentang semua tawa yang pernah terdengar bersama. Ingatkan aku untuk selalu terjaga dari semua perih yang terukir dengan manis.

Haruskah lagi-lagi aku yang ditinggalkan?

Bila saja kau tahu, sungguh tak ingin kubuka lagi hati ini untuk persinggahan lain. Ataukah, harus kuakhiri saja penantian ini ? Akankah aku mampu kembali terbang bila sungguh aku ingin berhenti ?

Terkadang, di sudut malam kala rindu ini menyiksa aku hanya mampu menangis sambil memeluk bayangmu

Biarkan bintang-bintang menjadi saksi penantian tulusku. Bila memang rindu ini masih milikmu, katakan harus berapa lama lagi aku menunggu. Beritahu aku caranya terlepas dari perangkap pesonamu. Sungguh, melupakanmu tak semudah jatuh hati.

Entah mana yang lebih sakit, melupakan atau bertahan dengan ketidakpastian

Jangan kau tanya masih mampukah aku untuk berdiri, karena rindu yang awalnya kuanggap kerikil kini telah membuatku kerdil. Sialku sempat bermain kayu untuk menyalakan api, kemudian aku kembali menjadi abu saat percikan api lain mulai tumbuh di hatimu.

Tanyakanlah pada langit bagaimana ia merelakan tiap rintik hujan yang enggan kembali. Seperti itulah aku nanti ketika kamu lantas pergi. Terima kasih telah mengajariku tentang kehilangan.


Ingin ku ulangi mimpi semalam, karena saat kubuka mata, ternyata bersamamu hanyalah sebuah cerita.


Sunday, April 26, 2015

Cinta Sendiri

photo by: Google


Langit seperti sedang bingung, maka cuaca tak menentu. Hari ini tak secerah kemarin. Terlihat malu, mentari bersinar ditutupi awan namun tetap turun rinai hujan.

Seperti aku yang rindu dengan lembut matamu, yang padu dengan hangat senyum itu. Namun mengapa semua kini menjadi terlalu dingin untukku?

Mungkin jodohku sedang berada dalam cinta yang salah, atau mungkin kini aku yang terjebak? Ajari aku cuek seperti yang kau lakukan setiap hari. Dan mungkin suatu hari nanti, namamu tak lagi membuatku tersenyum.

Karena pada akhirnya kita semua akan jatuh cinta kepada orang yang tak terduga-duga

Bukannya aku meninggalkanmu, aku hanya berusaha menjaga diriku dari rasa sakit yang aku tahu persis bagaimana perihnya. Karena ada kalanya perlu kuterima bahwa ada orang yang diciptakan untuk ada didalam hati kita, bukan hidup kita.

Tetapi aku jatuh cinta dengan caramu menyentuhku tanpa tangan itu

Tak perlu bertegur sapa, untuk tahu kabarmu baik saja sudah cukup untukku. Bukan tentang fisik atau materi, hanya kenyamanan hati. 

Karena terkadang Tuhan hanya mempertemukan, bukan mempersatukan. Kau ciptakan rasa ini sekejap, namun sebelum rasa ini menguat kaupun lenyap dalam gelap.

Tapi, apakah kau tahu rasanya mencintai namun bertahan untuk tidak memiliki? Bertahan untuk tidak mengungkapkan? Percayalah, ini lebih buruk dari sekedar patah hati.

Kopi di malam ini terlalu manis, seperti rasa yang seharusnya ditinggalkan namun sulit dilepaskan

Sesaat semuanya tak lagi sama saat aku menatap mata itu. Ini semacam tidak memiliki, namun takut kehilangan. Bahkan dalam mimpi sekalipun, aku tak mampu merengkuhmu dalam genggamanku. Jangankan jemari, sajakku saja sudah tak mampu lagi menyentuhmu.

Katanya, sebuah cinta yang nyata butuh penantian

Tak semua orang dapat menarik habis nafasku, bahkan kamu tak perlu mencobanya. Katanya, bila kau inginkan pelangi maka kamu harus mampu menerima hujan. Tapi seseorang yang peduli dengan perasaannya akan memilih maju atau menunggu, ia tidak pernah diam saja. Mungkin lebih baik kulepaskan daripada memaksakan.

Mengapa tak kau ijinkan aku mencintaimu ?

Biar hujan membasahi pedihnya kemarin. Bukannya aku tak ingin jatuh cinta, aku hanya takut salah lagi. Jadikan hati ini rumah, tempatmu pulang. Bukan sebagai tempat singgah saat berlibur dari kisah lain.

Bukankah semua memang akan selalu menjadi salahku?

Aku tahu aku tak memilkimu, atau mungkin selamanya takkan mungkin. Hingga aku tak memiliki hak untuk cemburu melihat kau bersamanya.

Aku tahu kau tak memilikiku, dan aku tak seharusnya meminta. Aku tak seharusnya sendu ketika rindu dengan namamu.

Aku tahu aku tak punya hak untuk merasa, namun bukan berarti aku tak mencintaimu.

Katanya, siapa yang berani jatuh cinta harus siap bila cintanya benar-benar terjatuh. Namun bila memang cinta adalah bagaimana aku bertahan, maka akan kulepaskan jika kuatku tak lagi dihargai. 

Beberapa mimpi ternyata tidak dimaksudkan untuk menjadi kenyataan, aku belajar darimu

Pergilah hingga bayangmu lenyap ditelan pekatnya malam. Mungkin kamu memang bukan seseorang yang pantas untuk ku perjuangkan.

Karena selain mencintai dan mendoakan kebahagiaanmu, aku bisa apa? Memaksamu untuk mencintaiku juga? Sayang, aku tidak sejahat itu.

Jika memang akhirnya aku tidak bersama dengan orang yang sering kusebut namanya dalam doaku, setidaknya semoga aku dibersamakan dengan orang yang sering menyebutku didalam doanya.

Teruslah seperti itu,

Meski aku menulis karena kamu tercipta, namun hidup terus berjalan meski dengan atau tanpamu. Kamu memang menyukaiku, salahku yang mencintaimu. Maaf, bila aku masih tersenyum ketika mengingat caramu menggodaku. 

Bila memang bukan kamu, mungkin sekarang giliranku untuk menemukan seseorang yang menghargaiku.

Kelak kau akan mengerti,

Bahwa aku hanyalah perempuan yang sedang jatuh hatinya, bukan penjahat yang ingin mencuri hatimu.

Dan suatu hari ia pasti akan lelah. Lelah dengan semua balasan singkatmu, kepalsuanmu, dan segala kata indahmu. Dan kamu tak akan bisa menjadi selamanya bodoh untuk berpikir bahwa ia semudah itu. Bahwa ia pernah memberimu kesempatan. Tapi apa yang kau lakukan? justru mematahkan sayapnya hingga ia tak lagi mampu mencari persinggahan lain.

Semesta mengadu, awan jatuh akan rindu. Meluapkan butir cinta yang hinggap dipelupuk anganku. 

Biarlah aku saja yang merindu, ini berat. Kamu tak akan kuat. Rasa ingin berkata tak sanggup lagi. Namun mulut tak mampu berucap, terlalu menyakitkan untuk menyakiti.

Relakan daripada harus berjuang sendirian

Kamu terlalu lama membuatku mati rasa, sampai aku lupa mencintai atau membenci itu hanya untuk sekedar bersama ironi. Tapi aku tak menyesal pernah menunggumu, karena setidaknya aku belajar caranya berjuang. Perlahan, kamu adalah bagian dari perjalanan panjangku yang mungkin tak akan lagi kurindukan.

Karena suatu saat nanti akan ada saat dimana aku benar-benar lelah, hingga aku benar-benar tak lagi merindukan sapaanmu di sepinya malamku. Tak lagi berharap sunggingan manis senyummu. Tak lagi memintanya, bahkan mungkin tak mengingatmu lagi.

Ikhlaskan daripada menyakitkan

Ternyata mungkin selama ini aku hanyalah cinta sendiri. Tapi aku enggan menangisi yang telah lalu, agar bahagia bisa bertamu. Terkadang kita memang harus mengikhlaskan, bukan karena tak sayang, namun ada sesuatu yang tak dapat dipaksakan. Terima kasih telah mengajariku tentang kenyataan.

Dan aku memilih untuk mencintaimu dalam diamku

Ijinkan aku berbahagia sejenak untuk beristirahat dari cinta yang salah. Karena tuhanku berkata, bila aku mampu bersabar, maka Ia mampu memberi lebih dari apa yang kuminta. Walau akhirnya aku menyerah, setidaknya aku pernah berjuang untuk tidak kalah oleh keadaan.

Aku hanya ingin bersamamu. Sesederhana, dan serumit itu

Mungkin bila kesabaran tak cukup membangunkan, aku rela bila kehilangan harus menyadarkan. Kamu memang sudah lama berhenti mencintaiku, bodohnya aku yang menyayangimu tiada akhir.

Kuharap kamu melihat rindu itu bila nanti hujan turun. Setidaknya, kupikir itu cukup memberitahumu bahwa ada aku yang merindu.

Bila nanti surya tenggelam dan luna terpancar, disitulah aku mengenangmu. Lewat doa, kusampaikan rindu ini padamu. Segeralah pulang, aku menunggumu.